Baru saja saya menonton sebuah video yang trending, disampaikan oleh salah satu mentalist terbaik dunia.
Banyak poin penting yang ia paparkan memang realita yang sedang terjadi. Saya tulis beberapa intisari yang menarik lengkap dengan tambahan komentar.
1. Tingkat pendidikan tidak linear dengan jumlah penghasilan
Apa yang ia sampaikan memang benar bahwa tingginya pendidikan tidak linear dengan tingginya penghasilan. Artinya semakin tinggi pendidikan, TIDAK SELALU akan menaikkan penghasilan.
Hal ini memang berlaku di Indonesia, tapi tidak berlaku di negara maju. Sebagai contoh, di Indonesia gaji dosen lulusan S3 bisa kalah dengan gaji lulusan S1 jika ia bekerja di perusahaan ternama. Uniknya penghasilan kedua lulusan itu masih kalah dengan penghasilan youtuber lulusan SMA dengan banyak subscriber.
Namun perlu diingat, tidak selamanya juga penghasilan dari lulusan pendidikan tinggi akan selalu kalah dengan tingkat pendidikan di bawahnya. Di negara maju, lulusan S3 sangat dihargai dan digaji sangat tinggi disesuaikan dengan banyaknya skills yang ia kuasai.
Apa relevansinya?
Jika kita punya anak pintar dan memang mereka cenderung cerdas di bidang akademik, maka support keinginannya dan berikan banyak skill untuk bisa bersaing di dunia global.
Saya beri contoh sederhana, seorang software engineer lulusan S1 di perusahaan besar seperti Google di US misalnya, gaji minimalnya tidak kurang dari 100 juta/bulan, sementara di Indonesia dengan posisi yang sama mungkin penghasilannya tidak sampai 10 juta/bulan.
Penghargaan yang diberikan kepada tingkat pendidikan yang dimiliki seseorang ditentukan oleh posisi di mana ia berada. Jadi tidak bisa digeneralisir bahwa penghasilan seorang Youtuber akan selalu lebih tinggi dari seseorang lulusan S3. Bisa saja yang terjadi sebaliknya.
Perusahaan besar di negara maju (seperti di Belanda tempat saya belajar saat ini) masih memandang tingkat dan linearitas pendidikan. Bahkan jika jurusan pendidikan yang dimiliki tidak sesuai dengan profesi yang dituju, maka mustahil akan diteruskan ke tahap perekrutan selanjutnya.
Satu hal yang perlu diingat bahwa tingkat pendidikan dan soft-skills sangat menunjang besarnya pendapatan di masa depan, dan keduanya tidak bisa dipisah.
2. Fokus pada kelebihan dan kesampingkan kekurangan
Ini adalah hal yang harus diperhatikan banyak orang tua jaman now. Saya adalah hasil didikan dari pendidikan era tahun 90-an, yang menurut saya, setelah lulus pendidikan dasar hingga SMA, saya hanya menguasai skill rata-rata, karena kita belajar semua pelajaran tanpa menguasai satu bidang yang spesifik.
Di masa depan, akan banyak perusahaan yang tidak memandang pendidikan, tapi lebih kepada skill spesifik apa yang dikuasai. Hal inipun juga sudah saya lihat sendiri. Di dunia kecerdasan buatan, banyak anak lulusan pendidikan setara SMA yang direkrut oleh perusahaan besar karena memang jago programming. Tidak semua perusahaan memang, tapi pola seperti ini terus meningkat.
Kita tidak perlu membuat anak kita pintar semua mata pelajaran!
Di jaman saya, rasanya malu jika ada nilai yang kurang dari 7, dan bangganya luar biasa jika kita meraih nilai di atas rata-rata. Anehnya, banyak teman-teman saya yang pintar, penghasilannya justru kalah jauh dengan mereka yang dulunya mungkin ‘tampak’ di bawah standar, karena yang ‘tampak’ biasa justru akhirnya jadi pengusaha, sementara yang tinggi prestasi justru jadi pegawai biasa.
Pendidikan dasar kita (di masa saya khususnya) memang tidak mendesain lulusannya untuk menjadi pengusaha, tapi lebih kepada tenaga kerja yang siap semua ketrampilan. Padahal sebenarnya hanya menguasai ketrampilan rata-rata, yang di masa depan tidak ada apa-apanya, karena mudah sekali dimodelkan oleh kecerdasan buatan (AI).
Sekali lagi, tingginya nilai di sekolah tidak linear dengan penghasilan di masa depan. Fokus saja pada kelebihan anak kita. Teliti betul apa kesukaan mereka. Jadikan mereka expert di hal yang mereka suka. Karena jumlah orang yang expert di bidang yang spesifik akan sangat sedikit di masa depan dan itulah yang memengaruhi besarnya penghasilan.
Fokuslah mulai dari sekarang!
Jika anak ingin menjadi guru misalnya, maka berikan ia semua skills yang diperlukan mulai sejak dini. Tidak perlu khawatir jika penghasilan guru itu nantinya akan kecil, karena jika anak kita memang senang mengajar, bisa jadi di masa depan anak kita akan memiliki banyak bimbel, sekolah atau bahkan universitas. Jangan batasi impian anak dengan ketakutan kita saat ini!
3. Kreativitas adalah pembeda kita dengan yang lain, termasuk mesin.
Mengapa restoran McD lebih laris daripada ayam goreng crispy di pinggir jalan? Tentu ada banyak alasan, mulai dari marketing, pangsa pasar yang berbeda, dll, tapi salah satunya adalah karena NILAI TAMBAH McD memang lebih banyak!
Mengapa penghasilan para Youtuber, Influencer dan Selebgram sangat besar? Alasannya sederhana, karena mereka memiliki banyak nilai tambah!
Tentu tidak semua orang dengan profesi yang saya sebutkan ini bernasib sama. Tapi yang terbaik dari mereka adalah mereka yang memberikan nilai tambah terbesar! Mereka yang memberikan konten terbaik, mereka yang memberikan VALUES terbanyak!
Modal mereka hanya satu, yaitu kreativitas!
Ada satu faktor yang sampai sekarang banyak para peneliti pusing tujuh keliling. Yaitu bagaimana memodelkan kreativitas ke dalam sebuah mesin/komputer layaknya kreativitas yang dimiliki manusia. Beruntungnya sampai saat ini, hal ini masih mustahil.
Bayangkan, jika anak kita nanti berprofesi sebagai akuntan profesional (yang saat ini digaji tinggi), dan di masa depan semuanya digantikan oleh sebuah software cerdas yang lebih teliti, lebih akurat, dan tentunya bisa menawarkan penghematan lebih besar, maka akan ada lebih banyak lagi para akuntan yang di masa depan akan dipensiunkan.
Apakah mungkin banyak pekerjaan akan hilang? Tentu saja! Hal ini sama seperti yang terjadi di tahun 1994 ketika banyak orang menertawakan ide internet.
Cobalah kita berkaca kepada banyak orang di sekitar kita. Saat ini internet adalah alasan terbesar kenapa semua orang memiliki ponsel. Karena pada dasarnya yang mereka cari adalah manfaat dari internet, dan bukan karena ponsel itu sendiri. Dengan internet kita bisa melihat dunia, menggunakan whatsapp dan hampir tidak pernah lagi menggunakan SMS.
Awalnya Internet diragukan dan ditertawakan, namun sekarangpun justru banyak orang mencari penghasilan dari internet!
Di masa depan, AI (kecerdasan buatan) adalah The Next Big Thing! Akan ada banyak profesi yang saat ini ada, di masa depan sudah tidak ada lagi.
Jadi jika anak kita berkemampuan rata-rata, maka bisa Anda prediksi sendiri seperti apa yang mungkin terjadi di masa depan. Karena semakin sederhana sebuah pekerjaan, semakin besar kemungkinanya ia digantikan oleh mesin. Kreativitas adalah pembeda kita dengan yang lainnya, termasuk mesin!
4. Penghasilan bukan segalanya
Penghasilan memang bukan segalanya, tapi jika penghasilan tidak juga naik bahkan cenderung kurang, itu juga akan menjadi akar dari masalah yang lebih besar.
Video yang saya cantumkan ini memang ingin menunjukkan bahwa kita harus ‘terbuka’ terhadap realita yang ada. Manusia harus terus menyesuaikan diri terhadap perubahan. Layaknya udang hanya bisa tumbuh melalui rasa sakit akibat proses ganti kulit, maka kita juga hanya bisa tumbuh dengan belajar dari banyak kesulitan yang sudah dihadapi.
Sebagai catatan akhir bahwa menjadi pintar secara akademik atau menjadi kreatif dua-duanya memiliki kelebihan masing-masing. Pada dasarnya tidak ada yang salah, karena yang penting adalah kita masih terus bisa memberikan kontribusi ke masyarakat sekitar melalui ilmu yang selama ini sudah kita pelajari. Karena inilah bekal yang sebenarnya, yang membedakan kita dengan manusia lain pada umumnya.
Semoga tulisan sederhana ini bermanfaat bagi Anda yang sudah membacanya.
Salam dari Groningen, Belanda,
Mega